Pengusaha Buruh Respons, Terkait Dagang di Sosmed ” Haram,”

Posted by : Admin September 30, 2023

Jakarta Sinarberita.id Pemerintah resmi melarang praktik social – memmerce artinya tak mengizinkan transaksi jual beli di platform media sosial ( medsos ) hal itu ditetapkan dalam peraturan Menteri Perdagangan ( Pemendag ) No.31/2023 tentang Perizinan Berusaha, periklanan pembinaan dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui Sistem Elektronik yang diundangkan dan berlaku mulai 26 September 2023

Selain itu Pemerintah ini menetapkan harga paling murah barang impor yang boleh dijual di platform ecommerce US$100, harga Freight on Board ( FOB ) yang diatur dalam Pasal 19 Permendag No.31/2023 tak hanya itu, barang impor itu juga harus memenuhi ketentuan di dalam negeri seperti SNI dan standar lain yang dipersyaratkan di dalam negeri,

Dan Pasal 21 Permendag juga melarang pelaku perdagangan e-commerce sekaligus bertindak sebagai produsen, ” PPMSE dengan model bisnis Lokapasar ( Marketplace ) dan/atau Social Commerce dilarang bertindak sebagai produsen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan di bidang distribusi barang,

Ketentuan ini ditujukan agar rantai usaha terkait ecommerce tak dikuasai seluruhnya oleh sepihak tertentu, menganggap terbitnya Permendag No.31/2023 itu, Ketua Umum Asosiasi Produsen serta dan benang filament Indonesia ( APSyFI ) Redma Gita Wirawasta mengaku mengapresiasi langkah pemerintah yang cepat mengatur social commerce,

” Mudah – mudahan bisa terimplementasi dalam arti aturan bisa ditegakkan, katanya kepada CNBC Indonesia, dikutip Jum’at 29/9/2023

” Namun hal lain yang tidak pernah tersentuh adalah penegakan aturan terkait importasi yang menyebabkan impor ilegal marak dan membanjiri pasar,” Ujar Redma,

Dia menuturkan, barang – barang impor bebas beredar dengan harga murah hingga memicu dugaan barang tersebut masuk secara ilegal ke Indonesia,

” Karena kita tahu di platform market place online pun bertebaran barang – barang impor murah dengan harga di luar nalar dan itu pasti masuk dengan cara ilegal ” Pungkasnya

Jadi baiknya pembenahan bukan hanya di tingkat retail, tapi juga dipihak suppliler barang impornya ” Imbuhnya Redma,

Secara terpisah, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara ( KSPN ) Ristadi mengungkapkan hal senada,

” Basis anggota terbesar kami di sektor teknis dan Produks tekstil ( TPT ) dan kami menilai kebijakan itu tidak tepat,” Ujarnya

Pasalnya, jelas Ristadi, pabrik – pabrik TPT di dalam negeri banyak yang tutup karena order yang turun atau tak ada sama sekali, Akibatnya barang yang sempat diproduksi tak terjual,

“Pabrik berorientasi ekspor menghadapi efek kontraksi ekonomi global, sementara pabril orientasi pasar lokal tergerus oleh produk impor yang harganya lebih murah baik yang impor legal yang ugal – ugalan masuk ke sini, maupun yang impor ilegal,” Kata Ristadi,

Artinya, masalah hulunya adalah barang – barang TPT luar negeri yang harganya lebih murah terutama dari jalur impor ilegal,” Tambahnya

Menurut Ristadi, melarang social – commerce hanya akan menumbuhkan kembali perdagangan atau transaksi konvenaional,

” Pasar – pasar seperti pasar Tanah Abang pasar tumpah, dan pasar lainnya akan menggeliat lagi, tapi barang yang laku dijual tetap saja barang – barang yang sangat murah dan dari itu terutama berasal dari impor, impor yang ilegal,” bebernya,

Artinya, barang TPT produksi dalam negeri tetap saja nggak akan laku, industri tekstil nasional tetap saja nggak bisa bangkit lagi, Pabrik tutup hingga PHK akan terus terjadi,” Kata Ristadi,

Diapun berharap pemerintah serius menutup masuknya barang – barang impor ilegal yang harganya lebih murah di bandingkan produk dalam negeri,

Social – Commerce cukup dibatasi hanya untuk transaksi barang produk dalam negeri, dengan demikian pasar domestik yang ceruknya sampai 280 juta orang ini diisi produk dalam negeri,” Kata Rustadi,

Dengan begitu, pabrik akan tetap eksis ( ada ) dan tumbuh sehingga tak terjadi lagi gelombang PHK dan daya beli masyarakat terjaga efeknya, pertumbuhan ekonomi stabil,” Pungkasnya,( Red. )

 

 

Sumber ; Damiana, CNBC Indonesia

RELATED POSTS
FOLLOW US